Aku
mungkin belum memutuskan, tetapi akan memutuskan untuk melepas mimpi itu dan
memulai hidup baru, tentunya setelah aku lolos dari lilitan si gajah. Kukatakan
bahwa kekhawatiranku pagi ini ialah nasib seperti mereka, tetapi kucoba untuk
mengenyahkannya. Meskipun ini berbeda dari mimpiku itu, tetapi ini tetap saja
bisa terhambat oleh meja registrasi. Dan lagi-lagi itu disebabkan oleh
kekecauan yang kubuat. Anggaplah aku lolos dan mendapatkannya, lalu memulai
kembali kehidupan di ibukota, bersama orang-orang yang seumur hidup bersamaku.
Tidak buruk, bukan? Pada akhirnya aku tidak hanya melepas mimpi untuk pergi ke
benua lain, tapi melepas mimpi untuk menetap di kota tempat sang gajah
bernaung. Tetapi sekali lagi, itu tidak buruk, kan?
Kawan,
kau pikir habis perkara? Tidak. Aku masih harus melewati satu proses yang
tertulis singkat namun terasa panjang. Sebenarnya aku begitu semangat untuk hal
itu, membayangkan aku akan membenamkan diriku di antara indahnya bagaimana
sesuatu bergerak dan terganggu, dan itu disebabkan oleh sesuatu yang lain, namun, aku belum mencapai itu. Bahkan hanya tinggal sedikit lagi dan aku merasa
bahwa ini bahkan lebih sulit dari yang sudah-sudah. Pada akhirnya ini seperti
mendukung pemikiran untuk melepas mimpiku. Bahwa yang terpenting adalah
meloloskan diri dari belitan si gajah dan pergi jauh. Sangat bertolak belakang
dengan mimpi semula yang ingin menikmati setiap proses dan melanjutkan ke
tempat yang jauh.
Aku
ingat ketika seorang seniorku berkata, dan
kau masih berjuang di kandang gajah. Seingatku, kami berlima, dan aku yang terakhir.
Aku merasa terasing oleh fakta bahwa mereka sudah lepas dari belitan si gajah,
meskipun satu di antaranya dengan cara yang lain. Tapi dia salah satu orang
yang aku kagumi. Jujur, mungkin aku tidak akan pernah bisa mengambil keputusan
berani seperti keputusan yang pernah ia ambil, terlepas ia menyesalinya atau
tidak.
Berjuang,
ya, aku masih berjuang. Ada sisi lain dalam diriku yang ingin minta diselamatkan,
padahal seumur hidup aku mencibir bagaimana perempuan dalam dongeng
diselamatkan. Kau harus menyelamatkan dirimu sendiri,
teriakku, seolah si perempuan bisa mendengarku. Bagaimana pun, aku sekarang
tergoda, yang mungkin beberapa saat dari sekarang sudah tidak akan
mempertimbangkan itu lagi. Bayangkan, aku hanya perlu melakukan usaha
terakhirku dan begitu aku lolos, aku bisa menyongsong yang baru, dan ketika
semua tidak menjadi lebih baik dan semua ketidakpastian membaur menjadi sesuatu
yang pasti, aku sudah menjadi orang lain. Peran yang kumainkan sudah bertambah
dan aku sudah menjadi tanggungjawab orang lain, yang semula tanggungjawab
orangtuaku, tanpa melewati tahap aku bertanggungjawab akan diriku sendiri.
Tetapi, apakah itu yang aku inginkan?
Bersambung dan tidak tahu akan berlanjut
ke mana...
No comments:
Post a Comment