Jika
cinta bisa berubah menjadi benci, maka benci juga bisa berubah menjadi cinta.
Aku
menunggu. Aku menunggu rasa benci itu kembali menjadi cinta, sebab kita tidak
bisa memulai dengan adanya benci, meskipun mungkin hanya aku yang membenci. Kalau
kau ingin tahu, aku tidak suka menjadi satu-satunya yang membenci. Jadi,
kuanggap saja kau juga membenciku. Egoisnya lagi, aku akan marah jika itu benar
adanya.
Bagaimana
jika aku letih menunggu? Bagaimana bila akhirnya aku menyerah pada kebencian
ini dan memilih pergi? Mungkin pergi merupakan pilihan terbaik, atau mungkin
tidak? Bagaimana jika kau memberitahuku saja apa yang kau inginkan? Ide bagus. Sepertinya.
No comments:
Post a Comment