belasan tahun tinggal di ibu kota membuatku hafal sebagian besar trik dan taktik yang sering digunakan. salah satunya ialah modus pencopetan. bagi warga jakarta, sudah menjadi hal yang biasa terjadi tindak kriminal. ya, padatnya penduduk, lahan pekerjaan yang kurang dan sederet masalah ekonomi dan fasilitas yang tidak memadai menjadi faktor utama terjadinya tindak kriminal di ibu kota.
hari ini aku akan bertemu dengan temanku di salah satu mall di kawasan jakarta barat. dari rumah, aku menaiki sebuah angkutan umum berwarna biru--mereka menyebutnya mikrolet. tujuan perhentianku dekat, dan kebetulan aku satu-satunya penumpang yang ada. jadi aku membiarkan tas ranselku tetap tersandang di bagian punggungku dan aku duduk menghadap depan--di mana seharusnya yang benar menghadap samping kanan.
mikrolet berhenti sebentar di bagian bawah fly over dan dua orang laki-laki--seorang laki-laki paruh baya dan seorang laki-laki muda--menaiki mikrolet. laki-laki paruh baya duduk di bagian paling belakang mikrolet, sebaris denganku yang duduk dekat dengan pintu, sementara laki-laki muda duduk di hadapanku. mereka saling mengenal rupanya--aku menyadari saat mereka mengobrol/. aku sama sekali tidak terusik dengan kehadiran mereka. lagipula, sebentar lagi aku akan sampai di tujuanku. namun kewaspadaanku tidak hilang meskipun aku sudah hampir dua tahun tinggal di luar kota jakarta. setiap kali aku kembali ke ibu kota, kewaspadaanku menjadi dua kali lipat daripada di kota lain.
aku bermaksud melihat sisi jalan sebelah kananku ketika aku melihat dari ekor mataku tangan laki-laki paruh baya terentang di jendela mikrolet. aku menoleh yang menurutku tidak terlalu ketara, lalu ia berkata,"dek, tasnya kebuka nih dek, aduh." dan aku menoleh dengan santai untuk mendapati bagian depan tasku terbuka sedikit. aku memutar bola mataku--yang aku yakin tidak siapa pun di situ mengetahuinya kecuali aku dan Tuhan-- lalu merapatkan ritsleting tasku. semenit kemudian aku sampai di tujuanku dan turun.
oh, ya ampun. aku tahu taktik itu. aku bisa membedakan mana orang yang benar-benar mendapati tas penumpang terbuka atau setengah terbuka dan mana yangt memang sengaja ingin membuka tapi gagal mengambil sesuatu. aku hafal betul itu.
aku menyebrangi jalan raya dan memutuskan untuk tidak bepergian dengan bus transjakart karena kebetulan halte bus transjakarta agak jauh dengan mall yang kutuju. aku melangkah cepat dan menaiki mini bus--mereka menyebutnya kopaja. dengan kewaspadaan yang masih stabil, aku memilih duduk yang menurutku aman. tiga tahun terbiasa menaiki kopaja yang terkenal dengan banyaknya pencopet membuatku terlatih menaiki kopaja mana pun. enam tahun terbiasa menaiki angkutan umun jakarta yang penuh sesak dan rawan kriminalitas membuat tingkat kewaspadaan yang kumiliki cukup tinggi. bagaimana pun, aku tidak boleh takabur. aku tetap harus waspada di mana pun aku berada.
tidak ada hal aneh yang terjadi, atau pun hal yang menarik. well, kecuali seorang mahasiswa tampan yang kupersilakan duduk di sampingku sebelum akhirnya ia turun sebelum aku sampai di mall yang aku tuju. ya, selektif dalam memilih teman duduk merupakan salah satu bentuk pertahananku. aku biasanya duduk dibagian luar dari dua bangku yang ada, dan apabila penumpang yang mungkin akan membuatku merasa tidak nyaman masuk, aku tidak akan bergeser sementara yang tidak, aku akan begeser, mempersilakannya duduk.
aku sampai ke mall yang kutuju dan menghabiskan empat jam berikutnya bersama temanku. siang hari, aku pulang, menaiki kopaja yang sama. dan jangan kira untuk mendapatkannya tidka butuh usaha. pertama, aku harus menyebrangi di jembatan penyebarangan yang di beberapa bagian sudah tidak nyaman untuk dilalui. kedua, aku harus menyebrang ke bagian jalan dari fly over, tanpa zebra cross. lalu, aku harus menunggu di bawah terik matahari selama belasan menit. setelah itu, aku harus melangkahi semacam pembatas fly over rendah untuk bisa menggapai kopaja yang aku tuju.
oh, astaga. kau boleh tertawa atu meledekku atau bahkan menghakimiku. sejujurnya, aku pun malu menjadi warga yang tidak taat sementara aku termasuk warga yang terpelajar dan seharusnya menjadi agen perubahan. tapi ketahuilah, bahkan aku lebih memilih hal konyol itu ketimbang berjalan jauh menuju halte buss way. bisakah ini menjadi pembelaan? entahlah, aku juga tidak ingin membela diri. baiklah, lupakan. fokus kita ada di hal lain.
jadi, aku memilih duduk di bagian dekat pintu, sayap kiri. aku di bagian luar sementara di bagian dalam ada seorang wanita berumur 20-an. awalnya aku tidak terlalu memperhatikan penumpang-penumpang di dalam kopaja itu. selain aku sibuk menghapus peluh yang ada di wajahku--astaga, maskara ku luntur!--supir kopaja menyetir dengan ugal-ugalan. lagi-lagi, ini adalah hal yang biasa. ingat, kau harus ekstra hati-hati saat bepergian dengan kopaja apa pun. naik dengan kaki kanan terlebih dahulu dan turun dengan kaki kiri terlebih dahulu. jika kau terpaksa harus berdiri di dalam kopaja, peganglah bagian atas dan bukalah langkahmu sedikit lebih besar dari bahumu.
jadi, masih beberapa ratus meter dari tempatku naik, nbeberapa penumpang. terlihat riweuh (tanyakan kepada orang sunda apa artinya) di depanku. aku hanya ingat melihat dua wanita muda, dua orang laki-laki muda dan dua orang pelajar berdiri di dekat pintu. semuanya bersiap untuk turun, atau begitulah yang kuduga. ketika kopaja akhirnya berhenti, mereka turun. dan ada beberapa hal yang kulewatkan. aku mulai menyadarinya saat aku melihat seorang laki-laki muda tidak ikut turun. ia malah seolah terlihat seperti mendorongkan tas ranselnya yang diletakan di depan kepada seorang wanita muda yang ada di depannya. aku mulai bingung. terlebih saat mendapati ia duduk di bagian samping depanku dan laki-laki muda yang lainnya duduk di belakanganya--di sampingku, sayap kanan. aku melihat mereka mengobrol tapi terlalu bising untuk bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. dan ya, ada satu lagi laki-laki muda yang duduk di bagian depan. nampaknya ia naik sewaktu beberapa penumpang turun.
tanpa kuduga, laki-laki yang berada di sampingku pindah ke bagian belakang. radarku menyala dan alarmku berbunyi. aku meningkatkan kewaspadaanku dua kali lipat. aku belum punya bukti kuat, tapi aku yakin mereka berdua pencopet. suudzan? mungkin saja, dan aku tahu itu tidak boleh. tapi di sini kita bicara mengenai kewaspadaan.
aku mulai gusar. tapi percayalah, aku bisa berpoker face ria. aku bisa menampilkan ekspresi datarku di saat saat tertentu hingga orang tidak mengira apa yang kurasakan sebenarnya. jadi, dengan poker face dan sunglasses yang kupakai, gerak-gerik ku aman. aku memperhatikan mereka yang nampaknya mereka tidak sadar karena mataku terbingkai sunglasses berwarna merah. aku meras beruntung menggunakannya. bukan untuk bergaya atau semacamnya, tapi untuk kebutuhan. mataku memang belakangan ini agak sensitif dengan debu dan jadilah aku memakai sunglasses sebulan ini jika aku berada di kota metropolitan jakarta yang penuh dengan polusi udara. dan lihat saja, ada nilai plus lain. gerak-gerikku sulit ditebak.
aku semakin yakin mereka pencopet. wanita muda di sebelahku sepertinya menangkap kegusaranku karena ia tertular. ia sedikit gusar dan menoleh ke sayap kanan. beberapa menit kemudian, ia kembali memperhatikan jalan dan bersiap turun. nampaknya sebentar lagi kopaja akan sampai di tujuannya. ia bangkit dan berdiri di depan pintu. dan aku melihat laki-laki dengan tas ransel di depan bangkit dan berdiri di belakangnya. seperti aku sudah paham skenarionya, aku sudah menduga laki-laki temannya tadi menyusul ke bagian pintu. dan satu hal yang tidak aku kira: laki-laki muda yang duduk di bagian depan--yang aku kira penumpang yang baru saja naik-- ikut bergabung. MEREKA TENGAH MELAKUKAN AKSI PENCOPETAN TEPAT DI DEPANKU!
aku melihat bagaimana laki-laki pertama--laki-laki dengan tas ransel di depan--menggunakan tas ranselnya untuk menutupi tangannya yang merogoh ke dalam tas lengan wanita muda itu. sementara laki-laki muda kedua berdiri menutupi jalan, menutupi aksi temannya dari penumpang lainnya. dan laki-laki ketiga? aku tidak menemukan perannya yang signifikan. mungkin ia menutupi aksi dari sang supir.
aku gemas. aku tidak bisa berbuat apa-apa. beberapa pencopet membekali dirinya dengan senjata tajam, terlepas itu akan digunakan atau hanya sebagai gertakan. tapi toh aku tidak ingin mengambil resiko membahayakan nyawa kami para penumpang. pengalaman dari seorang temanku yang menyaksikan pencopetan di dalam mikrolet di depan matanya dan ia terpaksa bungkam karena salah satu pencopet menatapnya dan mengarahkan pisau ke perut temannya--tanpa sang teman ketahui. jadi, aku memilih diam. atau mungkin, terpaksa diam.
kusadari mereka sepertinya tidak membawa senjata tajam tapi aku telat. mereka sudah bubar dan wanita muda itu telah sampai di tujuannya. pikiran singkatku, mereka tidka mendapatkannya. maksudku, bukankah biasanya barang berharga diletakan di bagian dalam tas? bukankah susah untuk mendapatkannya?
dan ternyata aku salah. laki-laki pertama berhasil mendapatkan sebuah dompet berwarna merah. aku melihatnya duduk kembali di tempatnya, demikian juga dengan dua laki-laki lainnya. selang lima menit kemudian, seorang wanita muda lainnya yang duduk di bagian depan bersama seorang laki-laki muda, bangkit. sontak ketiga laki-laki itu berdiri. aku merasa iba kepada wanita ini, juga wanita sebelumnya. aku berpikir keras hal apa yang bisa kulakukan. apa aku turun di sekitar sini saja? tapi ini masih jauh dari tujuanku.
kulihat sekilas keadaan di dalam kopja. sudah sangat sepi. hanya ada empat wanita di situ: aku, wanita muda ini dan dua orang ibu-ibu. aku sibuk mengambil keputusan untuk ikut turun atau tidak. kalau aku turun, aku bisa saja secara sengaja atau tidak sengaja mengagalkan operasi mereka dan aku bisa terbebas dari mereka. tapi resikonya, bisa jadi aku yang dicopet saat bersiap turun. kalau aku tetap, bisa jadi aku korban selanjutnya dan lebih parah. aku bingung. sangat bingung.
dalam kebingunganku, mereka belum juga beraksi. aku jadi bertanya-tanya, apakah mereka mengetahui kalau aku tahu. mereka berdiri dengan ada jarak dengan wanita muda itu dan laki-laki yang duduk bersamanya yang kukira teman atau pacarnya, nampaknya bahkan tidak mengenalnya. ia hanya duduk di bangku, tidak bergeming.
kopaja berhenti dan sang wanita muda turun. di luar dugaan, ketiga laki-laki itu ikut turun. apa mereka menyerah dan ingin menaiki kopaja yang lain? satu hal lain yang mengusikku: laki-laki keempat ikut turun. mungkinkah ia bagian dari mereka? jadi, mereka berempat, bukan bertiga? untuk bagian itu, aku tidak tahu. dan apakah mereka menaiki kopaja yang lain atau berisitirahat sejenak atau malah membututi wanita tadi dan berniat menyopetnya di jalan, aku tidak tahu.bagaimana pun, aku berharap wanita itu akan baik-baik saja, begitu pula aku.
aku sampai tempat tujuanku dan kembali menaiki mikrolet. aku melihat sekilas isi mikrolet yang penuh dan setelah yakin aman, aku membuka tasku untuk mengecek barang-barangku. masih lengkap. aku bersyukur aku menggunakan tas ransel dengan penutup model serut dengan tali sepatu jadi agak sulit dan membutuhkan waktu untuki membukanya ketimbang membuka ritsleting. Tuhan masih melindungiku dan Tuhan akan menggantikan barang mereka dengan yang lebih baik. aku yakin akan hal itu.
hal yang membuatku terpukau ialaha betapa profesionalnya cara mereka. percayalah, kau tidak akan menyadari saat mereka mmebuka ritsleting tas mu atau pun merogoh tas mu. karena itu, wapadalah. tidka hanya di ibu kota, tapi di semua kota. dan lagi-lagi, pencopetan di ibukota sudah biasa.
No comments:
Post a Comment