Pagi
ini aku terbangun dengan satu keyakinan: aku harus melepasnya. Mungkin bukan
keyakinan, karena sampai detik ini, aku masih belum yakin. Itu hanya muncul
begitu saja, naik dari alam bawah sadarku ke permukaan dan aku menyadarinya
ketika aku terbangun dari mimpi-mimpi suramku sepanjang pekan ini. Apakah ini
memang suatu keyakinan yang menjadi keputusan, atau keraguan yang menjadi
tameng untuk kabur?
Aku
membasuh wajahku, menghadapnya tanpa berkata-kata—tidak
mudah untuk bekata-kata ketika benakmu dipenuhi berbagai hal yang sulit kau
kelola, dan lagipula, ia tahu betul apa yang kupikirkan tanpa perlu kukatakan—lalu duduk diam. Mungkin aku memang
harus melepasnya, si mimpi-mimpi indah itu. Bahkan sekarang sudah tidak lagi
terasa indah. Jika aku harus mengubur, lebih baik aku mengubur itu dari
sekarang.
Aku
harus melupakan mimpiku untuk menempuh jenjang yang lebih tinggi di belahan
Bumi yang lain. Omong-omong, ini penting bagiku: menulis Bumi dengan awalan
kapital. Aku melakukannya dengan benar karena aku berasal dari tempat di mana
aku sudah seharusnya mengetahui bahwa nama objek langit ditulis dengan awalan
kapital.
Kembali
lagi. Aku harus melupakan keinginan itu. Mungkin keinginan itu hanya sebatas
hasrat sesaat, yang nantinya akan menguap seperti air di tubuhmu selepas kau
mandi. Air itu akan tetap di sana, namun akhirnya akan menguap tanpa perlu kau
usapkan handuk. Tetapi, toh kau tetap mengusapkan handuk di tubuhmu.
Seperti itu lah yang aku lakukan. Aku hanya mempercepat prosesnya.
bersambung
No comments:
Post a Comment