Hari ini tanggal 17 Agustus, di mana hari ini dirgahayu Indonesia ke-67. Gue sedang mengetik ini sambil menonton upacara peringatan detik-detik proklamasi di salah satu stasiun televisi. Gue jadi inget, tahun lalu gue berada di sebelah selatan lapangan sabuga, di barisan Paduan Suara Mahasiswa dan berdampingan dengan barisan MBWG, menyanyikan lagu-lagu kemerdekaan. Gue liat salah satu temen SMA gue, yang secara kebetulan mengikuti program akselerasi di SMA, dan dia jadi pasukan, gue lupa komandan bagian sebelah mana. Dia keliatan ga fokus, gue tau banget kenapa, sebelumnya gue pernah liat dia jadi pasukan pas sidang terbuka dan dia baik-baik aja. sekali lagi, gue tau kenapa. Gue mengirim pesan singkat ke mantannya, yang kebetulan teman gue juga, "He looked unwell." Dan malam itu, gue sama si anak resimen mahasiswa itu berbagi cerita, because i was unwell, too. It was 7 days after that nightmare.
Well, bukan itu yang mau gue bicarakan. Hari ini H-2 Haro Raya Idul Fitri, begitulah menurut kalender nasional. Faktanya, gue bangun jam 6 tadi dan melihat di televisi di beberapa provinsi di Indonesia sudah merayakan lebaran hari ini. Same stuff, old stuff, Entah sejak kapan muslim di dunia tidak serentak merayakan lebaran, gue ga inget sejak kapan. Atau sudah dari dulu? Mungkin dulu gue terlalu kecil sehingga gue ga ingat.
Gue baru sadar, ternyata tahun ini tahun pertama gue benar-benar terpisah dari keluarga selama dua minggu bulan puasa. Ini memang tahun kedua gue puasa pertama di Bandung tapi tahun lalu gue di Bandung ditemani nyokap beberapa hari. Sebenarnya bukan itu poinnya. Poinnya adalah gue ternyata memulai penanggalan puasa yang berbeda dengan orangtua gue. Masalahkah? Entahlah.
Gue lupa sejak kapan gue mulai terbiasa dengan perbedaan hari lebaran. tahun lalu? Dua tahun yang lalu? Gue ga inget. Gue cuma inget, sebelumnya gue merasa sedih dan malu. Mengapa? Karena kita terlihat tidak menyatu dan begitu terpaku pada argumen sendiri. Baiklah, waktu itu gue masih anak-anak dan belum mengerti apa-apa, dan sampai saat ini pun gue belum berhak berkomentar banyak. Oleh karena itu, gue mau menceritakan sedikit tentang keluarga gue.
Kebetulan, gue berasal dari dua suku: jawa dan padang. Overall, yang dominan di gue jawa, karena gue lahir di daerah yang tergolong suku jawa, dan nyokap gue suku jawa. Tetapi, kehidupan gue lebih banyak melekat tentang padang. Mudahnya, bahasa yang digunakan bokap nyokap sebagian besar padang, masakan lebih sering masakan padang, lebih banyak berinteraksi dan dekat dengan keluarga bokap gue, padang.
Mungkin di luar sana ada juga yang mengalami yang gue alami. Jadi, sebagian besar keluarga bokap gue tinggal di jabodetabek, sedangkan keluarga nyokap tetap di kampung halaman ataupun daerah sekitarnya. Kami, yang di jabodetabek, biasanya merayakan lebaran di hari yang sama dengan pemerintah, sesuai hasil sidang. Sementara keluarga kami yang di Padang, merayakan sehari lebih cepat. Lalu? Tidak ada. Hanya saja terkadang kami yang di jabodetabek dan di jawa berbeda merayakan hari lebaran, bahkan pernah yang berada di keluarga jabodetabek merayakan lebaran yang beda dengan gue dan keluarga lainnya yang di jabodetabek juga.
Bagaimana menurut lo? Mungkin seharusnya gue ga usah resah dengan ini, atau malah memang seharusnya gue resah dan terusik? Tetapi untuk apa gue mendongkol dan memandang sinis. Poin utama dari lebaran adalah kembali suci, memulai kehidupan baru. Itulah yang diajarkan pendidik pendidik sewaktu gue masih pakai seragam putih-merah. Lebaran itu momen berkumpul, momen semua berkumpul dan bersilaturahmi, ya kan? Mudik ga mudik, semua kumpul. Mulai dari yang sepuh, sampai yang masih merah. Tangisan kecil, obrolan, canda-tawa, tangisan rewel balita dan rengekan anak kecil, juga tawa khas bapak-bapak dan ibu-ibu selalu menjadi hal yang terjadi di momen lebaran. Meskipun hari pelaksanaan Shalat Id berbeda, tetapi Idul Fotri tetaplah Idul Fitri. Toh gue sama keluarga tetap berkumpul, di suatu hari yang menjadi irisan dan perbedaan, entah itu di hari pertama atau hari kedua lebaran, dengan acuan yang berbeda-beda dari masing-masing kami.
I'm not about saying "i don't care" about this differences. I'm not about lying, but the fact is I want someday we'll find the point where we can celebrate Idul Fitri together, on same date. Until that moment come, I'll never change my euphoria about Idul Fitri. Because for me, overall, it is always the same, with families and friends, with same love.
Always same, together...
regards,
meihandayi