Saturday, 27 October 2018

tentang kita yang selalu hidup berdampingan

jumat pagi. hari terakhir bekerja dalam seminggu, sebelum rehat selama dua hari. mood-ku sedang tidak bagus---tapi, sejak kapan mood-ku pernah bagus?

"halo?" sapaku kesal ketika mengangkat telepon.

"halo, ini dari ..." sapa di seberang sana, dengan menyebutkan salah satu nama ojek online.

aku mencoba mengeluarkan setitik keramahan yang masih tersisa. "iya, halo," yang dibalas dengan halo halo beberapa kali. nadanya kesal.

dan aku pun tambah kesal.

kami berbicara selama beberapa detik.

ketika dia berhasil mendapatkan apa yang dia ingin dengar, dia langsung memutuskan sambungan. sementara aku tertinggal dengan sepatah kata yang belum sempat terucap.

aku kesal. masih ada yang ingin aku katakan. masih ada hal yang aku ingin dia dengar. tapi dia, hanya membutuhkan apa yang dia ingin dengar.

aku pun membuka aplikasi chat untuk berkomunikasi. aku ungkapkan apa yang ingin aku katakan, yang sekiranya bisa membantu dia.

dia sampai. aku menghampiri, tanpa bertanya, "(insert my name) ya?" atau "pak (insert his name) ya?". mengecek plat motornya pun tidak. mengonfirmasi tujuan kami pun tidak. bahkan sekedar berdiskusi tentang jalur yang akan kami lalui pun tidak.

aku datang dalam diam. dia menyambut dalam diam. dia memberikan helm tanpa aku beri isyarat, dan aku nangkring  di motornya tanpa dia beri isyarat.

kami pergi dalam diam. mungkin dengan amarah masing-masing. mungkin dengan ego masing-masing. dalam benak aku, sudah muncul skenario untuk diam sampai tempat tujuan: mengembalikan helm dan memberikan ongkos.

lalu aku teringat. ada hal yang perlu aku beritahu.

"lewat atas aja, pak," kataku

di luar dugaan, suaraku tidak penuh amarah, atau kesal sedikit pun.

dan lebih di luar dugaan, jawaban dari dia pun tidak kesal, atau marah.

"lewat atas?" tanyanya baik-baik.

"iya"

dan begitu saja.

tidak ada prasangka. tidak ada amarah. tidak ada rasa. yang ada hanya rasa saling menghargai. dan saling membutuhkan.

aku butuh dia untuk bisa sampai di tempat tujuanku. dia butuh aku sebagai bagian dari profesi dia. aku menghargai dia dengan kehidupannya dan perasaannya. dia menghargaiku dengan kehidupan dan perasaanku.

pada akhirnya, harus ada salah satu yang memecahkan keheningan.

merobohkan benteng.

mencairkan es yang beku.

mengalah.

dan tidak pernah jadi masalah tentang siapa yang memulai.

siapa yang memulai pertengkaran.

siapa yang memulai timbulnya prasangka.

siapa yang mulai memperbaiki duluan.

pada akhirnya, semua harus diluruskan.

karena kita tidak hidup sendiri.

kita hidup berdampingan.

selalu.

kamu dengan bapak kos mu.

kamu dengan satpam komplek rumahmu.

kamu dengan pegawai peron krl.

kamu dengan ibu kantin.

kamu dengan dia.

kamu dengan mereka.

kamu dengan Tuhan.

bukan hanya ingin mengeluarkan apa yang kamu ingin dia dengar. bukan semata kamu hanya mendengar apa yang ingin kamu dengar.

bukan semata egomu sendiri yang harus kamu pikir. bukan semata kemarahanmu sendiri yang harus kamu beri makan.

egomu, urusanmu. kemarahanmu, kemarahanmu. milikmu.

beri ruang. beri waktu. agar kita semua bisa saling memahami. karena kita hidup berdampingan.

1 comment: