Tuesday, 15 November 2016

Untuk teman-temanku tercinta, Helios.

Tulisan ini kutulis di sini dan tautannya kusebarkan lewat akun-ku di salah satu situs jejaring sosial. Aku sudah lama tidak membuka situs tersebut, jadi aku tidak tahu siapa saja dari kalian yang masih aktif, dan juga kabar beberapa orang yang tidak bisa kujangkau. Untungnya, ada saja salah satu dari kita yang dengan senangnya membagi kabar tentang teman-teman kita yang mereka ketahui lewat dunia maya, supaya kita semua sama-sama tahu kabar teman-teman kita ini. 

Nah, sekarang, bagaimana kabar kalian hari ini? Sebagian besar sudah aku ketahui, baik hanya permukaannya hingga yang sampai beberapa lapis ke dalam. Aku juga masih berbicara dengan kalianhampir setiap hari. Grup percakapan kita jarang sepi, dan ini mengejutkan kita, sebab kita semula berpikir bahwa jarak akan menjauhkan kita. Terima kasih kepada dunia maya: salah satu fungsi muliamumendekatkan yang jauh-tercapai. 

Apa saja yang sudah kalian alami sejak pergi dari kampus kita? Beberapa memilih untuk melanjutkan, beberapa memilih pergi dari negeri ini, beberapa meniti karir, dan beberapa masih membuat keputusan. Tapi kita pasti tidak lupa bahwa ada yang masih di sana, berjuang keras mendapatkan selembar kertas berwarna kuning langsat. Beberapa dari kita telah memilih berhenti mendapatkannya, tetapi bagiku, itu pilihan. Dan mereka tanpa terkecuali tetap menjadi bagian dari Helios.

Setahun dari sekarang, semua masih belum terlalu banyak berubah. Mungkin ada yang sudah dua kali merasakan memakai toga, tapi ada juga yang justru baru akan merasakannya untuk pertama kali. Mungkin ada yang naik ke jenjang karir selanjutnya, tapi mungkin ada juga yang merasa keputusannya salah dan ia berbalik arah, lalu pergi. Mungkin ada yang terperangkap keadaan yang menyulitkan. Mungkin akan ada kabar pernikahan, atau pertunangan. Mungkin juga akan ada kabar perpisahan, saat ada yang pergi meninggalkan benua ini. Mungkin ada yang memilih tetap di negeri ini dan mulai memikirkan solusi terbaik untuk bangsa ini. 



Kalian tahu apa inti dari semua ini? Aku sengaja berputar-putar, sebab kalau dinyatakan secara gamblang bisa memicu yang tidak diinginkan. Jaman sekarang, berkata-kata di dunia maya pun harus hati-hati. Salah-salah, kita bisa dihapus dari lingkaran pertemanan di situ jejaring sosial. Tapi itu masih lebih baik daripada diblokir, sebab pemblokiran di dunia maya seperti layaknya kebiasaan lama: ia tidak terlihat selama sekian waktu, tapi ada saatnya ia muncul. Semua itu akhirnya memberikan efek di dunia nyata. Mungkin karena kita lebih sering hidup di dunia maya sekarang ini. Pagi tadi kulihat ada ibu muda yang mengabaikan anaknya yang bercerita. Ibu itu terpaku menatap salah satu aplikasi di smartphone-nya. Kuingatkan diriku agar tidak bersikap seperti itu kelak. 

Kembali lagi, kalian bisa menangkap maksudku? Kalau ya, itu berarti kalian cukup memahamiku setelah mengenalku empat tahun, atau tulisanku berhasil menangkap jiwaku, atau kalian lah yang memang sangat pintar. Tapi itu betul: kalian adalah salah satu dari orang-orang terpintar yang pernah aku tahu. Maka, kawan, gunakan kepintaran kalian. Selalu berusaha bersikap cerdas. Aku selau mencobanya, dan itu butuh usaha keras sebab aku tidak cerdas, dan sulit untuk bersikap pintar yang tidak sok pintar. Aku merasa telah beberapa kali menjadi seperti itu. Dan aku malu. 

Perjalanan kita masih panjang. Dalam prosesyang tidak pernah berakhir sampai kematian menjemputkita akan banyak menemui kejadian dan orang. Kita harus bersikap pintar. Itu sudah pasti. Tapi kawan, sulit rasanya untuk bersikap pintar. Aku takut menjadi bodoh. Aku takut dibodohi. Jadi, maukah kalian sama-sama membantu? 

Politik. Aku tidak pernah ingin terlalu jauh tertarik ke dalamnya. Di tahun-tahun awalku di kampus, aku sempat mencoba mengenalnya. Sebatas permukaan, atau paling dalam hanya selapis dua lapis. Aku bukan ingin bergabung, tapiingin  belajar dan mengetahui, supaya aku tidak dibodohi. Banyak dari kalian yang juga mendalaminya. Itulah kalian, cerdas dan pintar. Tapi satu hal yang aku kurang suka dari enam huruf itu. Mereka bisa memecahkan. Faktanya, memang banyak sekali yang bisa memecahkan. Tapi sekarang, aku lebih menyoroti ke yang satu itu, tetapi tidak terbatas hanya ke situ. 

Pengalamanku dulu. Aku sempat bertengkar dengan salah satu sahabatku. Oh bukan, bukan salah satu dari kalian. Kami memilih calon yang berbeda. Aku selalu  menutup rapat mulutku, karena mulutku ini bodoh. Dan kami berdua tidak pernah membicarakan soal politik sebelumhya. Ya ampun, dia bahkan tidak ikut mendalami politik kampus selama studinya, dan ia bahkan tahu berita-berita dariku, padahal aku juga telat tahu. Lalu, karena kefanatikan, ia jadi membawa-bawa itu ke obrolan penuh tawa kita? Ia menjelekkan calon yang akan kupilih. Untung saja aku sudah makan ketika itu, jadi aku tidak meledak. Kalian pasti tahu, aku suka sekali makan dan kalau aku lapar, aku mudah gusar. Rasanya menyebalkan, sebab ia berulang kali melakukan itu. Kututup rapat mulutku dan mengingatkan diriku sendiri bahwa kami sudah bersahabat lama sekali dan tidak pernah ada perselisihan yang tidak bisa kami selesaikan. Dan benar, begitu rangkaian itu selesai, kami kembali lagi. 

Maaf kalau panjang. Bisa saja aku katakan di grup percakapan kita, tapi akan sangat membosankan. Dan kurang romantis. Lenih baik di sini, dan kalian yang sedang iseng bisa membukanya, sementara yang sibuk bisa melanjutkan aktivitas kalian. 

Lanjut ke ceritaku sebelumnya. Aku berhasil bertahan menghadapi permasalahan serupa dengan salah satu sahabatku yang lain. Kami benar-benar dari latar belakang yang beda, hampir sama berbedanya seperti temanku yang sebelumnya, meskipun yang ini berbeda di semua aspek dalam S A R A. Kami sering berbeda pendapat kalau sudah menyangkat hal-hal itu. Tentu saja begitu! Kami masing-masing setia membela apa yang melekat pada diri kami. Tapi kami menghargai pendapat masing-masing dan menyaring perkataan kami. Kalian bayangkan, aku yang sering tidak menyaring perkataanku, bisa berlaku demikian. Itu karena aku menghargai dan menyayanginya. Kalau ia merasa kesal dengan sesuatu yang terkait dengan SARA-ku, ia tidak serta merta marah kepadaku, sebab bukan aku pelakunya, dan begitu pula sebaliknya. 

Jadi... 

Kita langsung saja. Aku sudah letih mengetik. Kalian juga sudah letih membaca. Mungkin bahkan belum sampai ke bagian ini. Kalau sampai ke bagian ini, ingatlah bahwa kita satu almamater. Kita belajar di gedung yang sama, dan dididik oleh sederetan pengajar berbudi dan berkualitas. Kita pernah tidur di atap yang sama. Kita pernah menangis dan tertawa bersama. Dan tolong tetap jaga ikatan itu. Kalau ada saudara kita yang ingkar pada apa yang seharusnya ia bela, tolong ingatkan. Tapi kalau menurutnya tidak ada yang salah, maka itu haknya sebagai individu. Atau bahkan ada yang abu-abu, seperti semen. Tapi mungkin semen ini yang berbahaya, karena ia hanya digunakan sebagai alat untuk menimpa lubang di sana sini. Ia ditempelkan di sana sini dan dibiarkan mengeringmenjadi keras. Mereka inilah akan menjadi orang-orang yang digunakan oleh orang lain. 

Aku yakin kita semua cukup pintar untuk itu. Kalau kalian ingin membela sesuatu, mungkin bisa istirahatkan sejenak hati kalian, dan tetap hidup bersama dengan mereka yang berbeda pendapat. Ini semua karena kita masih sama-sama belajar; masih sama-sama mencari jati diri; masih meraih impian; masih berusaha berbuat benar. 

Tapi....

Itu semua tidak terbatas dengan urusan politik. Ingat kan sewaktu kukatakan di beberapa paragraf sebelumnya, bahwa ini tidak hanya terbatas politik? Ini mencakup beberapa aspek, dan maaf, ilmuku belum sampai untuk semua aspekbukan berarti ilmuku sudah cukup untuk tulisan ini. 

Terakhir...

Jangan takut untuk berpendapat di hadapan sesama kita. Jangan karena ini, diskusi 'meronta'yang sering diucapkan salah satu teman kita, pencipta bahasa lora mongkahberhenti. Dan sebenarnya, sampai semalam, masih ada beberapa dari kita yang bisu. Apabila takut berbicara yang tidak baik, maka itu pilihanbahkan mungkin baiktapi mungkin bisa diperhalus saja bahasanya. Apabila diam karena apatis, itu pilihan. Saranku, selagi kita masih sebegitu dekatnya, dan sebelum kita semua jauh melangkah, belajar berpendapat di hadapan sesama.

Aku selalu mendoakan kesuksesan dan kebahagiaan kalian, baik di sini mau pun di dunia setelah ini. Aku ingin suatu saat aku berkata, "Dia temen gue. Dulu, di kelas, dia..." Dan perhatikan kata dulu setelah titik, bukan sebelum titik. Sampai jumpa!

No comments:

Post a Comment