aku tahu, aku pernah merasakannya. namun yang lebih membuat sesak adalah fakta bahwa ini lebih buruk. dan tidak kalah mengguncang mengetahui fakta bahwa aku mengulang kesalahan yang sama untuk ketiga kalinya. fakta bahwa aku tidak pernah belajar, dan tidak pernah menjadi lebih baik.
setengah mati aku berpikir di mana yang salah dan apa yang salah. aku tidak mau menyalahkan keadaan atau pun orang lain, tapi menyalahkan diri sendiri bagiku tetaplah hal yang bodoh. lantas apa yang bisa aku lakukan sekarang? semua hancur. baiklah. memang tidak. tapi rasanya seperti itu.
aku diam. bahkan tidak berbicara sepatah kata pun selama beberapa saat. aku tidak tahu harus berbuat apa. dan aku hanya menatap datar dokter saat ia mengatakan "80/50". apalah arti itu bagiku saat ini. yang kupikirkan hanyalah hal lain. hal yang membuatku ingin berteriak sekeras-kerasnya, menangis sejadi-jadinya, dan berlari sekencang-kencangnya. tapi aku tidak bisa. bahkan belum aja setetes air mata pun yang menetes.
aku iri dengan mereka yang bisa dengan mudah menangis. aku memang mudah menangis, tapi dulu. dulu sebelum sebagian hatiku sekeras batu. dulu, sebelum aku merasakan jatuh berkali-kali dan sakit yang bertubi-tubi.
aku tidak tahu harus berbagi dengan siapa. aku hanya bisa menuliskan ini di sini. entah mereka yang kurang peduli, atau aku yang membuat benteng saat ini. beberapa tetes air mata menetes saat aku menulis ini. dan aku sendiri yang harus menghapusnya. tidak ada yang mengusap wajahku. tidak ada pelukan atau rangkulan. tidak ada kehadiran.
aku tidak membebankan itu kepada orangtuaku. mereka rapuh. mereka ringkih. mereka yang membutuhkanku. aku lah yang menjadi topangan mereka. karena aku mereka masih semangat menjalani hari demi hari. dan aku hanya bisa mengecewakan mereka setiap saat aku lalai dengan kewajibanku.
mereka berpikir aku melakukan yang seharusnya kulakukan saat aku di kota tetangga. mereka pikir aku selalu membuat mereka bangga. nyatanya aku hanya membuat mereka kecewa lagi dan lagi. surat demi surat yang mereka terima dari pihak sana membuat mereka semakin rapuh.
oh astaga. aku harus apa? bagaimana aku bisa menyelesaikan semuanya sesuai yang kuharapkan? aku takut ia sudah keburu pergi selama-lamanya sehingga tidak sempat berada di dunia ini untuk menyaksikan hari membanggakan itu.
dan haruskah aku melepaskan? bagaimana kami menanggung selama beberapa tahun? bukan, bukan melepaskan. tapi dilepaskan. kalau memang akan dilepaskan, itu artinya aku menambah beban mereka. dan kami harus berusaha ekstra lebih keras demi hari itu.
sudahlah. lebih baik aku tidur sekarang. besok waktuku bertemu dengan dokter. sudah bulan januari. kuharap aku bisa menangis dalam tidurku malam ini. karena di dalam mimpi, tidak ada aturan. aku bebas berteriak dan menangis. aku bebas.
No comments:
Post a Comment