Sunday, 7 July 2013

Namaku Elly, Dan Aku...

Aku menatapnya dari kejauhan. Melihat tawanya membuat bebanku terasa hilang. Melihat senyumannya membuat hatiku berdesir. Semua yang terjadi padanya selalu memberikan efek untukku. Sudah jelas, bukan, apa yang kurasakan padanya? Ya, aku mencintainya.

Namaku Elly. Umurku baru sembillan belas tahun. Tergolong muda memang, tapi aku sudah banyak merasakan banyak hal. Menurutku, mencintai seorang laki-laki di usiaku saat ini bukanlah hal yang luar biasa. Itu hal yang biasa. Rata-rata gadis mulai mencintai seseorang saat mereka mulai mendekati usia tujuh belas tahun.

Aku ingin menjelaskannya. Hubunganku dengannya sangat rumit. Kami tidak pernah saling memiliki. Kami tidak pernah bersama. Kami hanya saling memberi dan mengasihi. Kami hanya saling mendoakan. Tapi percayalah, kami saling mencintai.

Aku tidak bisa menjelaskan bagaimana aku mulai mencintainya. Semua terjadi begitu saja. Lukanya menjadi lukaku. Bahagianya menjadi bahagiaku. Senyumnya menjadi senyumanku. Tawanya menjadi pelipur laraku. Dan kehadirannya menjadi matahari keduaku.

Kau tahu, mengetahui seseorang yang kau cintai juga mencintaimu mungkin merupakan salah satu dan sekian hal terindah di dunia. Ketika aku mengetahuinya, rasanya seperti aku terbang, namun aku tetap ada di bumi. Hatiku berdesir. Rasa hangat menjalar di sekujur tubuhku. Seperti semuanya memang benar. Seperti semuanya memang sudah berada di tempatnya.

Tapi kau tahu, hidup tidak semudah itu. Hidup memang simpel, tapi juga rumit. Meski pun kami saling mencintai, kami tidak bisa saling memiliki. Aku hanya terdiam meratapi kenyataan. Bagaimana bisa hal ini terjadi? Bukankah sepasang insan yang saling mencintai akan menderita jika terpisah?

Aku Elly, dan aku tidak percaya bahwa cinta tidak harus memiliki. Bagiku, cinta adalah cinta yang harus dimiliki. Tidakkah itu tidak sesuai dengan hukum--hukum yang menurutku ada, hukum cinta mungkin? 

Kenyataan dan proses membuat pandanganku berubah. Aku sadar, cinta memang tidak harus memiliki. Begini, setiap insan adalah milik Tuhan--yang nantinya akan kembali padaNya. Jadi, memang tidak ada kata "memiliki", bukan? Kita hanya meminjam, apa pun itu yang ada di dunia ini. Dan tentang aku dan dia, itu perkara yang sama. Mungkin kami memang saling mencintai, tapi kuasaNya tidak mengizinkan kami untuk bersama. Tuhan tidak meminjamkannya untukku dalam perspektif itu. 

Mungkin begini. Beberapa adalah buku di perpustakaan. Di perpustakaan ada pustakawan lengkap dengan sederet peraturannya dan wewenangnya. Dan aku adalah pengunjung. Beberapa buku bisa kupinjam berminggu-minggu di rumah. Beberapa bisa dibeli dengan ketentuan tertentu. Tapi sebagian lainnya hanya bisa dibaca di perpustakaan. Dan itulah ia. Ia hanya bisa kumiliki sebagai "teman". 

Kami tidak pernah bersama dalam artian yang sesungguhnya. Kami tidak pernah saling memiliki. Tidak ada komitmen. Tidak ada pernyattaan. Tidak ada janji. Satu-satunya yang ada hanyalah cinta dan kasih sayang. Dan cinta-kasih akan tetap ada, meskipun kami tidak saling memiliki.

Saatnya aku mencari cinta yang lain, yang bisa kumiliki. Namun aku tidak akan pernah mberhenti mendoakannya dan membuatnya tertawa.

Namaku Elly, dan aku percaya cinta tidak harus memiliki.