Tepat dua tahun yang lalu,
aku memutuskan untuk mengejar jurusan ini di Institut ini. Jurusan Astronomi di
Institut Teknologi Bandung. Di mulai dari keinginanku, yang semula tidak
didukung oleh orangtua dan sahabat-sahabatku, hanya seorang psikolog―yang kebetulan
ibu dari kakak kelasku― dan pacarku―yang sekarang telah menjadi mantanku―yang
mendukungku. Perlahan aku berhasil menyakinkan sahabat-sahabatku, walaupun
beberapa temanku masih memandang aneh keputusanku. Dan setelah berbulan-bulan,
aku berhasil menyakinkan orangtuaku.
Perjuanganku masuk Institut
ini cukup menggetarkan, dengan klimaks nyaris terjadi ‘pembakaran’ berkasku.
Perjuangan melewati tahun pertama di Institut ini bahkan lebih berat. Meskipun
masih belum lulus tahun pertama, aku berhasil masuk program studi astronomi.
Satu hal yang terkadang
mengusikku sejak dulu. Mengapa aku ‘berbeda’? Mengapa hal-hal yang aku suka
selalu saja hal yang jarang orang lain suka, contohnya astronomi. Mengapa aku
seringkali menjadi minoritas? Mengapa orang selalu bingung dengan apa yang aku
suka, dan sering memandangku dengan tatapan aneh saat mereka mengetahui hal-hal
yang aku suka. Memang, beberapa orang memandang takjub kepadaku.
Setelah masuk program studi
astronomi, aku mulai mengenal mereka. Mereka yang bersamaku, dan mereka yang
telah lebih dahulu berada di sini. Tidak semua yang berada di sini memang
menginginkan berada di sini. Tidak semua sepenuhnya merasa senang berada di
sini. Tapi satu hal, mereka berkumpul dalam satu keluarga yang disebut Himpunan
Mahasiswa Himastron Institut Teknologi Bandung.
Aku dan teman-teman
menjalani serangkaian proses kaderisasi untuk masuk ke dalam himpunan. Bukan
jaket yang aku harapkan, bukan juga identitas, bukan nama. Bagiku, tanpa
kaderisasi pun kami telah bersama, tiada batas. Bagaimana pun, kaderisasi tetap
harus diadakan. Menurutku agar kami dikenalkan dengan himpunan dan program
studi ini, agar kami disiapkan sebelum akhirnya bergabung dan berkontribusi.
Bukan, bukan kaderisasi atau
apa pun yang aku tekankan di sini. Malam ini, aku menangis terisak di acara
pelantikan kami menjadi anggota resmi keluarga ini. Hatiku mulai bergetar saat
pertama mendengar baris pertama hymne himpunan ini dinyanyikan. Butir-butir cahaya... Aku meresapi tiap
barisnya.
Aku mulai menangis saat
mereka mulai menyanyikan baris, “Di dalam himastronku yang tercinta...” Air
mataku mulai terjatuh. Wajahku basah oleh air mata dan hujan. Aku menegarkan
diri supaya tangisku tidak semakin menjadi.
Kuresapi baris demi baris
hymne himpunan ini. Pikiranku mengelana jauh. Dan semakin aku memikirkan, air
mataku semakin bercucuran. Ini keluargaku, keluarga baruku. Tempat aku
berkumpul, belajar, bersama mereka. Tempat aku berbagi, bercerita, berkeluhkesah,
mendengarkan, dan bersama dalam suka dan duka. Aku mempunyai keluarga, dalam
lingkaran astronomi yang sangat sedikit peminatnya dan yang mengenalnya. Aku
menemukan tempatnya, di sini, bersama mereka. Aku tidak sendiri, aku
bersama-sama mereka. Seperti kata danlap kaderisasi, kami semua bagaikan
tetes-tetes air di sebuah curug, di mana kami berasal dari tempat yang
berbeda-beda. Kami akan bersinggungan dan saling menghancurkan, tetapi pada
akhirnya kami akan bersatu melewati pusaran air dibawah sana.
Sekali lagi, aku tidak
sendiri. Aku tidak perlu merasa sendiri, karena toh aku tidak sendiri. Aku
tidak perlu merasa ‘berbeda’. Aku bisa menjalani semuanya, bersama mereka. Tapi
ini belum selesai. Ini baru awal. Aku masih harus menyelesaikan tahun pertamaku.
Masih banyak yang harus diselesaikan, masih banyak hal yang belum dimulai.
Bagaimana pun, aku yakin aku pasti bisa.
Dan malam ini, di depan
lilin H* dan di bawah rintik hujan, aku menjadi bagian dari keluarga ini,
Himpunan Mahasiswa Astronomi Institut Teknologi Bandung. Ini goal penantian dan
perjuanganku selama dua tahun ini, tetapi ini juga awal dari sesuatu yang
lebih besar.
Keluarga baru, awal yang baru...